Jumat, 14 Oktober 2011

Cinta Adalah Kebebasan

Cinta adalah kata lain dari memberi. Memberi adalah pekerjaan. Pekerjaan cinta adalah memperhatikan, menumbuhkan, merawat dan melindungi. Dan pekerjaan itu berat karena harus ditunaikan dalam waktu lama. Pekerjaan berat dalam waktu lama begitu hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian kuat dan tangguh*. Sebab mencintai adalah keputusan. Sebab mencintai adalah pilihan.

Cinta adalah kepercayaan. Sekali deklarasi cinta tidak terbukti, maka hilanglah kepercayaan. Begitulah bersama waktu, seseorang kehilangan kepercayaan kepada pasangannya. Atau anak kehilangan kepercayaan kepada orang tuanya, sebaliknya. Atau rakyat kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Dari kepercayaan lahirlah cinta. Puncak keimanan adalah kecintaan kepada-Nya yang melebihi kecintaan kepada makhluk atau tandingan-tandingan-Nya (istri, keluarga, harta, kendaraan, binatang peliharaan dan tempat tinggal). Dalam kitab “Raudhah Al Mahbub min Kalaam muharrik Al Quluub”, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan : “Cinta ibarat pohon yang tumbuh di hati. Tonggaknya adalah menghinakan diri di hadapan yang dicintai, batangnya adalah ma’rifat kepada-Nya, sedangkan dahannya adalah rasa takut, daunnya adalah rasa malu, buahnya adalah taat, air yang menyburkannya adalah dzikir kepada-Nya. Seperti itulah cinta bekerja ketika kita harus memenangkan Allah atas diri kita sendiri. Karena cinta sejatinya adalah kebebasan. Cinta tidak membelenggu ketika tepat takarannya.

Satu malam yang tenang, Sang Putri Zulaikha tidur di peraduan dengan nyenyaknya dan ditengah-tengah keindahan alam mimpi yang tak terlukiskan, sosok pemuda yang Agung dan mempesona hadir di tengah-tengah taman. Sang putri yang menyaksikan itu merasa dadanya berguncang hebat, hatinya jatuh cinta pada sang pemuda. “Duhai..siapakah..siapakah..siapakah dia???” Bangun dari tidurnya, Zulaikha termangu-mangu, cinta pada sang pemuda dalam mimpi sudan menyelusup masuk ke pori-pori. Malam-malam kini dilaluinya dengan memohon, memohon dan memohon, agar ia dipertemukan dengan sang pemuda pujaan dalam mimpinya. Satu waktu, kembali mimpi membawa sang pemuda kehadapannya, Zulaikha bertanya,”Siapakah engkau Tuan? yang telah menyita seluruh perhatianku? yang telah menghabiskan siang dan malamku untuk mengingatmu? Siapakah engkau?” Sang pemuda berkata, “Aku Wazir Agung dari Mesir”.

Begitu bangun, Zulaikha berupaya dengan segala cara, agar ia dipertemukan dengan Wazir agung mesir. Sang ayah terdiam dan kemudian ia ingin menjajaki sampai dimana keinginan anaknya terhadap Wazir Agung Mesir. Maka suatu hari, diundanglah sang Wazir. Dari balik pintu, Zulaikha mengintip dengan dada berdegup kencang. “Diakah..diakah orang yang telah merampok hatiku?”. Begitu di lihatnya wajah sang Wazir, alangkah kecewanya ia, bukan-bukan orang yang diharapkan. Tiba-tiba ia mendengar sebuah suara, “Melalaui wazir inilah, engkau akan bertemu pujaan hatimu”. Zulaikha yang sudah lemah lunglai, hampir putus harapan, kini kembali bersemangat. Api harapan dan hangatnya pertemuan yang diinginkan dengan sang pujaan mengalami proses ujian. Ia tetap melangsungkan pernikahannya dengan wazir Agung. Keanehan terjadi pada Zulaikha dan Wazir Agung, Mereka tak bisa sebagaimana laiknya suami isteri, Allah telah menjaga harum melati dan menjaga mawar tetap berseri.

Lama tak ada mimpi sang pujaan sama sekali, ingin sekali ia menyebut-nyebut nama sang pemuda, tapi ia tak tahu siapa namanya. Sampai satu waktu, mimpi menghantarkan sang pujaan lagi ke hadapannya. Zulaikha bertanya, “Siapakah Tuan yang memiliki wajah separo manusia dunia?” “Siapakah nama Tuan?” Si pemuda tersenyum, “Aku Yusuf..” Byaar. Zulaikha terbangun dari tidurnya. Satu waktu terdengar kabar ada seorang budak yang bernama Yusuf di pasar, bergegas ia mengajak dayang-dayangnya ke sana. Di intipnya dari tirai tandunya yang berwarna kuning muda. “Tuhan!!!”pekiknya tertahan, “i..ii..ia ..dia yang ada dalam mimpiku !” “Pelayan, beli budak yang dipasar itu. Berapapun harganya beli. Jangan sampai kedahuluan oleh orang lain. Kalau perlu, katakan pada mereka, isteri wazir Agung Mesir yang membeli budaknya”.

Zulaikha bebas melakukan apa saja sebab sang wazir hampir tidak pernah berada di rumah. Tetapi Yusuf tidak menunjukkan cintanya, melainkan hanya menunjukkan hormat dari seorang budak pada majikannya. Sampai suatu ketika tuduhan terhadap Yusuf telah mencoba melakukan zina dengan Zulaikha yang akhirnya memenjarakan Yusuf selama 7 tahun. Apakah Zulaikha puas? Tidak, hatinya yang kini berisi penyesalan yang mendalam. Kerinduannya semakin menumpuk. Gelombang rindu tak tertahankan.

Sampai wazir Agung mesir meninggal, dan sampai raja mesir juga meninggal, Zulaikha jatuh pailit, papa dan agak pikun. Seluruh hartanya ludes diberikan kepada orang yang membawa kabar tentang Yusuf, waktu-waktunya habis untuk merenungi Yusuf. Apalah arti seorang Zulaikha dibanding kekuatan cinta yang menggelora. Semua permohonan pertemuannya dengan Yusuf disampaikannya pada berhala-berhala sesembahannya. Sampai satu ketika, di gubuknya yang kecil dipinggir kota, berhala sesembahannya dibantingnya, dihancurkannya, “Engkau sama sekali tidak berguna wahai arca mati. Sekian lama aku mengabdi kepadamu tak ada artinya”. “Duhai Yang memiliki hidup sesungguhnya, ampunilah aku, dan aku berserah diri kepadaMu”. “Ya Allah Tuhan Yusuf dan Tuhan semesta Alam, rindu dalam diriku yang menggelora adalah dari-Mu Jua, hati terasa dikoyak-koyak ketika malam tiba, wajah Yusuf yang terbayang tak dapat hilang, Ya Allah".

Yusuf yang sudah menjadi raja Mesir, suatu hari dengan berkendara kuda putihnya lewat di jalanan depan gubuk Zulaikha, bibir Zulaikha yang kering tetap melantunkan nama Yusuf..Yusuf..Yusuf. Yusuf tertarik mendengar suara ini dan berhenti, “Siapakah engkau wahai wanita?” “Zu..Zulaikha ?” kata Yusuf agak tergagap, ia turun dari kudanya dan dilihatnya Zulaikha. Wajahnya layaknya seorang yang sudah tua, rambutnya memutih, tubuh kurus kering, pakaiannya lusuh dan kotor. “Kemanakah harta, kecantikanmu dan kekuasaanmu?” “Semua dimakan api yang berkobar dalam diriku, gelombang rindu dan api cinta padamu telah membakar segalanya,” katanya lirih sambil terus melantunkan nama “Yusuf..yusuf” di bibirnya**.

Dasar semua cinta adalah rasa hormat. Pencinta sejati tak hanya mengajakmu berbahagia, dia menjaga rasa hormat pada syariat***.

Memahami dengan bijak kedudukan cinta, maka melahirkan kebebasan. Terbebas dari hawa nafsu. Tak ada belenggu yang dapat mendemotivasi semangat, gairah/gelora, dan cita-cita. Zulaikha terbelenggu oleh cintanya. Cinta jiwa yang dialami oleh Zulaikha, membuatnya benar-benar gila. Diatas cinta jiwa ada cinta hakiki, cinta yang paling luhur, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Diujung segala kegundahannya, Zulaikha memasrahkan cinta jiwanya kepada Sang Pemilik cinta, Allah, Allah yang menggenggam jiwa-jiwa itu. Ketika kasih tak sampai, atau uluran tangan cinta tertolak, yang sesungguhnya terjadi hanyalah "kesempatan memberi" yang lewat. Hanya itu. Selama kita memiliki cinta, memiliki "sesuatu" yang dapat kita berikan, para pencinta sejati selamanya hanya bertanya: "Apakah yang akan kuberikan?" Tentang kepada "siapa" sesuatu itu diberikan, itu menjadi sekunder. Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya. Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina, atau lemah dan melankolik. Sebab disini kita justru sedang melakukan sebuah "pekerjaan jiwa" yang besar dan agung: mencintai. Karena cinta adalah kebebasan. Jika cinta membelenggumu, maka jiwa-jiwa Zulaikha-lah yang pada akhirnya muncul.

Karena cinta adalah kebebasan.

* Serial Cinta Anis Matta
** http://eritayuliastuti.wordpress.com/2008/11/05/kisah-nabi-yusuf-as-dan-zulaikha/
*** Kultweet Salim A. Fillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Jejak :